Sabtu, 02 Juni 2012

first love



Cinta itu bukan hanya
sekedar cinta...

Satu
 “Kriiiiiing!!!” bunyi jam weker membangunkanku dari tidurku yang nyenyak. “Aaargh!”  keluhku sambil menutup telinga dengan bantal dan memasukkan weker ke dalam laci. Tidak lama kemudian, suara cempreng ibuku benar-benar memaksaku untuk bangun. “Kim Yuna, mau sampai kapan kau tidur? Hei pemalas, bangun!” “Iya ibu!” balasku sedikit berteriak. Aku bangun dan mengambil jam weker yang tadi kudorong masuk ke laci. Apa? Jam setengah tujuh? Ya ampun, aku kesiangan! Selesai siap-siap, aku berlari ke ruang makan dan langsung mengambil selembar roti. “Ibu, aku berangkat ya!” teriakku. Sudah jam tujuh, aku segera berlari ke halte bis dekat rumahku.
Oiya, namaku Kim Yuna, anak ke 2 dari 3 bersaudara. Ayahku seorang sutradara, ibuku mantan aktris, kakakku sekarang menjadi artis, dan adikku anggota tim dance sekolah. Aku sendiri sedang mempersiapkan diri untuk menjadi seorang penyanyi.

Setibanya di halte bis, aku beruntung karena bisnya belum berangkat. “Permisi” aku menyerobot seorang pria. “Tidak sopan untuk menyerobot seseorang yang lebih tua” ujarnya kesal. “Ya, maaf paman” aku meminta maaf tanpa melihatnya pria itu masuk ke dalam bis dan duduk di sebelahku. “Hei, enak saja kau memanggilku paman” omelnya. “Kau kan lebih tua dariku, bukankah kau sendiri yang bilang?” tanyaku malas. Aku melihat keluar jendela. “Aku memang lebih tua darimu, kau kan masih SMA, tapi itu bukan berarti aku bisa disebut paman” dia menyerocos panjang lebar. Ah! Untunglah bis sudah mau sampai, jadi aku tidak perlu terjebak lama-lama dengan si bawel ini. “Apa peduliku? Sudahlah, aku mau turun!” aku sengaja menabrak lututnya saat melewatinya untuk turun dari bis. “Hei! Aku masih mahasiswa tahu!” teriaknya saat aku turun dari bis.
Ah sial, rutukku dalam hati, ternyata gerbang sekolahku telah ditutup. Aku memohon kepada paman Kang untuk dibukakan pintu gerbang, setelah lama membujuk akhirnya aku diizinkan masuk. Penderitaanku tidak sampai disitu, setibanya dikelas, ternyata Yoochun, guruku, sudah menunggu untuk menghukumku.
Pulang sekolah, aku menerima sms dari ibuku, “Yuna, belilah daging dan sayuran untuk makan malammu dan Taemin, ayah dan ibu ada acara sampai malam”. Aku meminta Sunny, sahabatku, untuk menemaniku. Setibanya di supermarket aku meraih sebuah troli kemudian berdiri diatas kaki-kakinya. “Sunny, lihat ini, aku akan meluncur sampai ujung lorong” kataku. “Hei Kim Yuna, berhenti bertingkah seperti anak kecil, kau ini sudah 18 tahun!” larang Sunny. Aku tidak mengindahkan larangannya dan meluncur ke ujung lorong. “Aaaaaah!”teriakku. “Brukk” keretaku jatuh tertabrak kereta lain. “Aduh” keluhku. “Kau?” aku kaget saat melihat orang yang menabrakku.
***
“Brukk” keretaku menabrak milik orang lain ketika aku hendak menuju ke tempat ramen. Seorang gadis mengaduh kesakitan. Temannya berlari menghampiri gadis itu. “Kau baik-baik saja, Yuna?” temannya tampak panik. “Maafkan aku karena telah menabrakmu. Tapi kenapa kau bisa jatuh seperti ini? Biasanya jika terbentur seperti tadi tidak akan sampai jatuh” ujarku. Ternyata dia adalah gadis yang menyerobotku di bis tadi. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya menahan malu. Manis juga, batinku. Setelah meminta maaf dan memberikan penjelasan, kami bertiga jalan bersama menuju kasir. “Sekali lagi maaf ya..” ujarnya. “Hmmm, sudahlah, lagipula itu hanya kecelakaan, tidak usah dibesar-besarkan, aku tidak suka itu” jelasku. “Tapi tetap saja aku merasa tidak enak padamu” ujarnya bersikeras. “Baiklah, kalau begitu kau temani aku seharian penuh hari minggu nanti”. “Untuk apa aku menemanimu seharian penuh?” tanyanya lagi dengan wajahnya yang polos namun manis. “Tentu saja membayar kesalahanmu, bodoh” aku menjawabnya dengan asal. “Baiklah sunbaenim, terimakasih banyak!” katanya sambil berseri-seri. Berhentilah bertingkah seperti ini, kataku dalam hati.
***
-Hari minggu..-
Hari ini aku bangun lebih pagi dari biasanya. Tebak kenapa? Aku akan berkencan! Yaa, meskipun hanya menebus kesalahanku, bisa kan ini disebut kencan? Lagipula, dia memang bukan seorang paman. Tampangnya juga cukup tampan. Ah, bodohnya aku, lupa menanyakan namanya. Sudahlah, lagipula kami sudah janjian untuk bertemu di SHINE cafe.
Setelah menemukan baju yang pas, aku langsung berangkat menuju shine cafe. Saat kubuka pintu cafe itu, aku langsung menemukan sosoknya. Ya tuhan...apakah dia seorang malaikat? Wajahnya yang terkena cahaya terlihat sangat tampan dan bersinar. Hari ini dia menggunakan kaos putih ditutupi oleh jaket kulit cokelatnya, celana jeans dan dia juga memakai kacamata. “Annyeonghaseyo*” sapaku.
***
“Anyeonghaseyo”sapanya. Aku lantas mendongakkan kepalaku. Tuhan...apakah dia manusia, atau seorang dewi? Senyumnya manis sekali, rambutnya yang cokelatdiikat setengah dan sisanya tergerai diatas pundaknya yang tertutupi dress berwarna putih gading. “A..anyeong” jawabku dengan gugup. “Duduklah, apa kau sudah sarapan?” tanyaku untuk mencairkan suasana. “Ah, kebetulan sekali aku belum sarapan, apa maksudmu barusan itu menawariku untuk sarapan bersamamu? Baiklah kalau begitu” celotehnya.
*Halo
 Kami memesan 2 porsi pancake dan 2 cangkir cappucino. “Mau kemana kita hari ini?” tanyanya. “Bagaimana kalau berkeliling kota seoul?” aku balas bertanya. “Hmm..” ekspresinya begitu lucu, “Ide bagus” ia menyetujui.
Kami memulai perjalanan kami dari sungai Han, sepanjang jalan kami saling bertukar cerita. Ternyata dia sangat menyenangkan. Entah kenapa setiap melihat senyumannya hatiku berdebar-debar. Tak terasa, hari sudah hampir malam, kami memutuskan untuk naik kincir angin di taman hiburan di pusat kota. Kami duduk bersebrangan, wajahnya terlihat sangat bahagia saat melihat pemandangan kota seoul dari atas ketika senja tiba. Tiba-tiba dia menatapku dalam-dalam dan bertanya, “Siapa namamu? Tampaknya aku lupa bertanya tentang itu”.
***
Dia terbahak-bahak saat aku menanyakan namanya. “Apa ada yang salah?” tanyaku. “Tidak, hanya saja kau membuatku terkejut” jawabnya sambil tersenyum. “Tapi kuperhatikan, kau sudah berhenti memanggilku paman” sambungnya. “Oh, kau mau tetap kupanggil paman?” tanyaku lagi. “Tidak, aku hanya bercanda, namaku Teuki. Kau sendiri, siapa namamu?” “Kim Yuna, ehm, bolehkah aku memanggilmu oppa?” tanyaku. “Tentu saja” jawabnya lagi. Kami pulang agak malam, Teuki oppa mengantarku sampai ke rumah. Kami juga tak lupa untuk bertukar nomor handphone.
***
Sejak saat itu, kami jadi sangat sering berhubungan. Disaat-saat bahagia, tiba-tiba aku ditawari beaasiswa S2 oleh universitasku. Aku merasa sangat bingung, apakah tetap tinggal di seoul agar tetap dekat dengan Yuna atau mengambil beasiswa itu dan pergi ke Rusia? Setelah cukup lama aku menimbang akhirnya aku mendapat suatu keputusan.
***
Lagu super junior mengalun merdu dari handphoneku. “Teuki” tertera namanya di layar LG cooky milikku ini. “Ya..halo?” kataku. “Ah, Yuna..bisakah kau melihat keluar jendelamu sebentar?” “Ya, sebentar oppa” jawabku sembari beranjak dari tempat tidur. Aku melihat kearah bawah jendela kamarku. Tuhan...betapa terharunya aku melihat Teuki berdiri di tengah-tengah kumpulan senter yang membentuk satu kalimat, “I LOVE YOU”. Kusadari perlahan air mataku turun membasahi kedua pipiku. “Kemarilah” pinta Teuki melalui handphone. Aku bergegas menuruni tangga dan setengah berlari keluar rumah. “Saranghaeyo*, Yuna” ucapnya masih menempelkan handphone ke telinganya. “Aku juga” jawabku. Perlahan Teuki menghampiriku, secara tiba-tiba dia memelukku sangat erat. “Maafkan aku Yuna, tetapi aku harus pergi” ujarnya. “Pergi? Pergi kemana oppa?” tanyaku. “Aku akan pergi ke Rusia, universitas menawariku beasiswa S2, dan sekalian menyelesaikan S1 disana juga” jelasnya. Aku terisak, “Apakah harus secepat ini ya?” tanyaku lagi, “Ya..ini semua demi masa depanku” jawabnya likku, Yuna..” sambungnya. “Maukah kau tetap menungguku?” tanyanya lagi. “Aku akan selalu menunggumu, oppa” ujarku sambil terisak.
Biarlah dia mengejar mimpinya, karena aku akan selalu menunggunya, sampai kapanpun. Malam ini tidak akan menjadi perpisahan bagi kami, tetapi hanya awal dari kisah kami.

*Aku mencintaimu
Dua
“Anyeonghaseyo, perkenalkan nama saya jung sooyeon” untuk kesekian kalinya aku memperkenalkan diriku pada para juri. Konyol memang tetapi ini mimpiku untuk menjadi seorang penyanyi dan juga aktris. Dan untuk kesekian kalinya juga aku ditolak didalam casting.
Pulang dari casting, aku mampir ke shine cafe. “jonghyun ssi, aku minta ice moccacinonya satu” ucapku lesu. “Ditolak lagi, nona?” tanya jonghyun. Jonghyun adalah sahabat karib adikku, krystal. Dia bekerja sembilan di cafe ini. “Begitulah” jawabku. Tring, bel pintu cafe berbunyi, ternyata Hyuri, sahabat karibku. “Hey, Sica” panggilnya. Namaku memang sooyeon, tetapi karena orangtuaku berbeda ras, aku campuran Korea-Amerika, jadi nama lainku Jessica. Dan aku memang merasa lebih nyaman dipanggil dengan nama itu. “Hyuri, kemana saja kau? Lama sekali, tahu” aku mendesah kesal. “Mianhae* sica, aku ada urusan mendadak”

* Maaf
ujar Hyuri meminta maaf.
 “Hei lihat, bukankah itu Kim Heechul? Artis yang sedang naik daun di negara kita?” celetuk seorang pelanggan cafe sambil menunjuk ke layar televisi yang dipasang di sudut cafe. Enak sekali si Kim Heechul itu, batinku, baru sebentar debut cepat sekali naik daun.
***
“Jessica, kau sekelompok dengan Kim Yuna” Seonsaengnim sang guru memberikan instruksi pada kami. “Ya, Seonsaengmin” jawab kami cepat. Jujur, aku tidak begitu dekat dengan Yuna. Teman dekatku di kelas ini hanya Nari (kakaku), Hyuri, dan Sooyoung. Aku memang pemilih, bisa dibilang teman-temanku orang berada semua. Kalian pasti bingung kan, mengapa aku bisa satu kelas dengan kakakku? Itu karena aku pintar. Umur kami hanya beda 1 tahun, dan aku mendapat akselerasi, itulah sebabnya kami bisa sekelas. Aku dikelompokkan dengan Yuna, untuk tugas sastra Korea kami. “Bagaimana kalau kita mengerjakan dirumahku?” tawar Yuna.

 “Ide bagus” jawabku cepat, lagipula aku malas untuk meladeni ‘tamu’ di rumahku. “Bagaimana kalau besok?” “Lebih cepat lebih baik” jawabku lagi.
***
-Rumah Yuna-
Wow, rumahnya besar juga, pikirku. “Ayo masuk” ajak Yuna. “Kau mau minum apa, Sica?” tanyanya. “Terserah kau saja Yuna, asalkan kau tidak memberiku minuman beracun” ujarku sedikit bergurau. “Hahaha Sica, bisa juga kau bergurau, ice princess” ujar Yuna terbahak-bahak sambil menuju ke dapur. Ice princess, batinku, sedingin itukah aku? Pikirku.  “Yuna!” teriak seseorang. Aku reflek menoleh ke arah suara itu. God is there an angel? Eits, itu..itu..KIM HEECHUL? Dia ada di rumah ini? Rumah Yuna? “Oppa*, bisakah kau tidak berteriak saat memanggilku?” Yuna datang sambil membawa dua gelas cola dingin. “Kau ini banyak protes, sudahlah, loh, kau, bukankah kau salah satu peserta casting kemarin?” tanyanya sambil menunjukku.

* Kakak laki-laki
“Hah?aku?” tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri. “Ya, kau, tentu saja kau!” “Ah, ya, aku memang ikut casting kemarin” jawabku sedikit bangga. “Kudengar kau ditolak, lagipula saat aku melihatmu berakting, itu sangat buruk! Bagaimana kau bisa diterima?”
 “A...apa?” ucapku tak percaya. “Sudahlah, Yuna, aku pergi dulu, jaga rumah baik-baik” ujarnya sambil melongos pergi. “Jangan dimasukkan ke hati, Sica, kakakku memang seperti itu” jelas Yuna. “Kakakmu?” tanyaku tak percaya. “Ya, dia kakakku” ujar Yuna sambil memutar bola matanya.
***
Uukkh, mengapa aku sama sekali tidak bisa bersikap ramah? Aku mengutuki diriku sendiri. Aah bodohnya Kim Heechul! Jujur saja, saat aku pertama kali melihatnya di tempat audisi kemarin, aku merasakan degup jantungku tidak beraturan, ekspresinya saat menjiwai peran begitu emosional, tapi juri-juri kacangan itu bodoh, aktris sebagus dia ditolak begitu saja. Ah, tiba-tiba satu ide muncul di pikiranku.


Dia kan temannya Yuna, kuajak kenalan saja, aku minta kenalkan pada Yuna, lalu akan kutawarkan les privat akting gratis bersama super star Kim Heechul! Ah ide yang sangat bagus, Kim Heechul!.
“Apa kau sudah siap, Heechul ssi? Kami semua sudah menunggumu untuk pengambilan gambar selanjutnya” tanya managerku. “Ah, ya, aku akan segera menyusulmu, gumamku saat aku tersadar dari lamunanku.
***
“Yuna, hari sudah menjelang malam, sebaiknya aku pulang sekarang” kata Jessica. “Apa kau mau kuantarkan, Sica?” tanyaku. “Tidak usah, aku pulang naik taksi saja, kita lanjutkan ini besok ya” jawab Jessica. “Oke”. Aku mengantarkan Jessica ke depan rumah. “Sampai jumpa besok, Yuna” ujarnya sambil tersenyum. “Daah” aku melambaikan tanganku.
“Yuna, aku pulang!” seru kakakku dari lantai bawah. Aku bergegas turun ke bawah.

“Oppa, kenapa kau berkata seperti itu tadi kepada temanku? Itu menyakitkan, oppa!” aku berceloteh kesal.  “Ya, ya, maaf! Aku pun tak tahu mengapa aku berkata seperti itu!” jawabnya dengan kasar. “Hei Kim Yuna, kau harus memperkenalkanku padanya!” pintanya. “Untuk apa?” tanyaku.  “Aku....tidak apa-apa! Hanya sebagai permintaan maaf!” dia sedikit berteriak. “Hei tidak usah membentakku! Lihat saja kau, takkan ku kenalkan pada Sica!” teriakku. “Baik! Baik! Maaf, oke! Ayolah Yuna, kenalkan aku pada temanmu” rengeknya. “Baiklah oppa, suatu saat kau akan berterimakasih padaku”. Kataku bangga.
***
“Sica, bagaimana kalau hari ini kita menyelesaikan tugasnya di kamarku saja?” tawar Yuna. “Aku ikut saja” kataku sambil tersenyum. “Ayo, ikuti aku” ajak Yuna. Kami naik ke lantai atas. “Hei, kemari lagi kau rupanya” celetuk seseorang. Orang ini lagi, batinku. Aku hanya tersenyum. “Ah, Sica, kau pasti sudah tau oppaku kan? Kim Heechul?” tanya Yuna. “Oppa, kenalkan, ini temanku, namanya Jung Sooyeon, tapi panggilannya Jessica” terang Yuna.

“Halo” Heechul menyodorkan tangannya. Aku menjabat tangannya. “Maafkan ucapanku kemarin, aku memang seperti itu orangnya” Heechul meminta maaf. “Sebagai permintaan maaf, bagaimana jika aku menjadi guru aktingmu? Ini gratis loh” tawarnya. “Hah?” aku hanya bisa melongo. “Ayolah, kau mau tidak, penawaran ini hanya berlaku satu kali loh” ujarnya lagi. “Baiklah, kamsahamnida*, Heechul” jawabku kemudian. “Panggil aku oppa saja Sica”. “Ah, baiklah, Heechul oppa” kataku lagi.
***
“Kakakmu baik juga” kata Jessica sambil menghempaskan tubuhnya keatas kasurku. “Dia memang begitu, Sica” terangku. “Hey, siapa ini?” sembari mengambil bingkai foto yang kutaruh diatas meja kecil. “Dia...pacarku” aku tersipu malu. “Kau sudah punya pacar? Keren sekali” puji Sica. “Ya, dia adalah cinta pertamaku” ujarku sambil mengingat masa laluku. “Dimana dia sekarang?” tanyanya lagi. “Sudah 3 bulan ini dia berada di Rusia, menyelesaikan kuliahnya” jawabku.

* Terimakasih
‘Tok, tok, tok’ pintu kamarku diketuk, memotong pembicaraan kami. Heechul oppa melongokkan kepalanya. “Sica, bolehkah aku minta nomer handphonemu? Akan kuhubungi jika aku ada waktu kosong, kita mulai berlatih” cerocosnya. Merekapun lalu bertukar nomer handphone masing-masing.
***
Heechul : apa besok kau ada jadwal?
Tak lama kemudian, hp ku berbunyi.
Sica : sepertinya kosong, memangnya ada apa?
Aku segera membalasnya
Heechul : tidak, hanya bertanya.
Yes! Besok jadwalku kosong, akan kumanfaatkan waktuku untuk mendapatkan Sica! Pikirku.
***
“Ring ding dong, ring ding dong” hp ku menyanyi. “Apa ini Heechul oppa?” sapaku. “Ah, ya, Sica, ini aku” jawabnya. “Kebetulan hari ini jadwalku kosong, bagaimana jika kita
mulai berlatih? Kutemui kau di gedung agensiku satu jam lagi” kata Heechul. Dia langsung menutup teleponnya tanpa memberikanku kesempatan bicara.
Satu jam kemudian.... “Heechul oppa, kau dimana?” tanyaku. “Aku menunggu di depan gedung, Sica, ah! Aku melihatmu” jawabnya sambil melambaikan tangannya. “Anyeonghaseyo” sapaku sambil membungkukkan badan. “Ayo” ajak Heechul oppa. Kami tiba di lantai 4 gedung SM. Heechul oppa mengajakku ke satu ruangan yang penuh kaca. “Coba perlihatkan aktingmu, bercerminlah, lihat oleh dirimu sendiri, apakah penampilanmu sudah maksimal atau belum” perintah Heechul oppa. Setelah beberapa jam berlatih dan bercanda dengan Heechul, kami beranjak menuju ke atap gedung. “Sudah malam” gumamnya. “Lihat oppa, bintang di sebelah sana bersinar sangat terang” tunjukku. “Kelak kau akan bersinar seterang bintang itu, Sica” kata Heechul oppa tiba-tiba.
“Sica, ada yang ingin aku katakan kepadamu” katanya lagi. “Ada apa oppa?” tanyaku. “Aku....sejak pertama melihatmu di tempat casting waktu itu, aku...jatuh cinta padamu” ujarnya. “......” hahaaahaa oppa, apa itu pernyataan cinta?”
tanyaku. “Ya! Aku serius Sica!” tampaknya ia kesal. “Oppa, apa kau tahu, sudah lama..aku menyukai kepribadianmu, dan sejujurnya itu juga membuatku jatuh cinta padamu”. “Lalu, apakah itu artinya kau mau menjadi pacarku?” tanyanya kemudian. “Ya,” jawabku.
***
Minggu demi minggu kami lewati tanpa masalah. Sampai hari itu tiba. Aku tiba di kantor managerku pada pukul 10 pagi. “Lihat ini” perintah managerku sambil melempar sebuah tabloid. Disitu tertulis :
“KIM HEECHUL TERLIHAT MESRA DENGAN SEORANG WANITA”
Disitu terpampang fotoku bersama Sica, sekitar dua hari yang lalu, saat itu kami sedang berjalan-jalan di taman pusat kota Seoul. Posisinya memang cukup mesra, aku merangkul pundaknya sambil berjalan, sedangkan Sica sendiri memegang erat pinggangku. “Apa maksudnya itu?” tanya managerku kemudian. “Mengapa kau tidak menceritakan ini padaku?” lanjutnya lagi. “Mianhaeo, aku tidak bisa
menjelaskannya sekarang” jawabku. Aku lekas membawa tabloid itu dan bergegas pergi dari kantor.
***
Seminggu sejak foto kami muncul di tabloid, hidupku menjadi tidak tenang. Bahkan sudah beberapa kali aku terkena lemparan telur para fansnya Heechul oppa. Tidak jarang pula telepon yang mengancam atau surat-surat ancaman singgah di rumahku. Apa yang harus aku lakukan? Apa hubungan ini harus diakhiri?
***
 “Gee gee gee gee gee” kurasakan handphoneku bergetar di dalam sakuku. “Halo, Sica, ada apa? Apa para fansku menyerangmu lagi?” tanyaku. “Tidak, oppa, bisakah kita bertemu di tempat biasa? Aku akan menunggumu, jika kau bisa tolong secepatnya kau kesini” jawab Sica. Untunglah, aku sedang menuju ke gedung SM. Setibanya di gedung SM aku segera naik ke atap. Ya, disini tempat dimana biasanya kami menghabiskan waktu bersama. “Sica” panggilku. “Oppa, kau sudah datang” dia membalikkan badannya dan tersenyum. “Ada apa Sica? Semuanya baik-baik saja bukan?” tanyaku. “Aku...ingin berpisah, oppa” katanya tiba-tiba. “Apa maksudmu? Kenapa kau berkata seperti itu?”. “Aku hanya tidak ingin mengecewakan para fansmu oppa” jawabnya lagi. “Kau tidak perlu begitu, Sica” aku merasakan pilu menyapi hatiku. “Tidak, oppa, bukan hanya karena ini. Aku akan pindah sekolah ke USA, aku ingin belajar akting lebih banyak. Dan aku perlu berkonsentrasi, aku tidak akan pernah berhasil jika terus memikirkanmu, oppa. Maafkan aku” terangnya lagi. “Apa itu benar, Sica? Atau hanya alasanmu saja?” aku terus menerus mencoba mempertahankan hubungan ini. Sica langsung menghampiri dan memelukku dengan erat.
“Mianhaeo, oppa, biarkan aku membuktikan pada semua orang bahwa aku juga pantas dicintai! Biarkan aku pergi mencari bintangku, oppa!” jeritnya terisak dalam pelukanku. “Baiklah Sica, jika itu keinginanmu. Aku mendukungmu dan rela berpisah demi kebaikanmu. Kau tenang saja, kau akan selalu menjadi bintang yang bersinar terang di hatiku” kataku. “Terimakasih, oppa” ujarnya lagi.
***
3 hari setelah perpisahan kami, aku menyibukkan diri dengan persiapanku untuk pindah ke USA, untunglah disana masih ada kerabatku. “Sudah siap, eonni*? Eomma** dan appa*** sudah menunggumu!” ajak Krystal.
Di dalam pesawat aku melihat pemandangan indah kota Seoul dari langit. Melihat atap-atap gedung mengingatkanku padanya. Terimakasih banyak Heechul oppa, aku akan selalu mencintaimu, kataku dalam hati.








* Kakak perempuan
** Ibu
*** Ayah                                   
Tiga
Haah, mengapa ini semua harus terjadi? Aku jadi kehilangan sahabat terbaikku gara-gara orang-orang yang iri melihat sahabatku mempunyai kekasih seorang artis. Apa salahnya coba? Para fans itu memang berlebihan, pikirku.
“Hyuri, ayo, mengapa kau malah melamun? Kita kan harus bertemu eommamu hari ini” ucapan ayahku menyadarkanku dari lamunanku. “Ah, ne*, appa”. Hari ini hari minggu, waktunya bagiku untuk mengunjungi eommaku di rumah sakit. Bingung? Eommaku mengalami kecelakaan hebat sebulan yang lalu. Beliau sekarang koma. Setiap minggu aku dan appa berkunjung bersama menemui eomma.
“Anyeonghaseyo, paman, Hyuri” sapa Hiroki oppa, dokter eommaku. Aku dan Hiroki oppa sebenarnya bersaudara, dan umur kami tidak terpaut terlalu jauh. “Anyeong, Hiroki, apa kabar appa dan eommamu? Sudah lama aku tak bertemu dengan mereka” kata appa.

* Iya
“Mereka baik-baik saja, paman, mereka juga sudak tidak sabar untuk kembali kemari” jawab Hiroki oppa. “Oppa, apakah ada kemajuan pada eomma?” tanyaku. “Sejauh ini kondisinya masih belum stabil, kadang mmembaik, tetapi cepat memburuk, kami akan berusaha seoptimal mungkin, Hyuri” jawabnya lagi. “Sudahlah, biar waktu yang menentukan Hyuri” timpal ayahku.
***
-2 hari kemudian-
“Hoaaaammm..” Beong ki menguap menahan kantuknya. “Padat sekali jadwalku akhir-akhir ini” keluhnya. “Kita ini dokter, Beong ki, sudah menjadi kewajiban kita untuk menolong nyawa manusia” ujarku. “Hey, Choi Hiroki, tidak bisakah kau berhenti berceramah satu kalipun? Aku jenuh mendengarmu” tampaknnya sahabatku yang satu ini moodnya sedang buruk. “Arasso*, Beong ki, aku pergi dulu, ini jamku untuk mengecek keadaan pasienku” pamitku. Beong ki hanya menganggukkan kepalanya.

* Aku mengerti
Aku melangkahkan kakiku ke kamar 139. Kudengar isak tangis tangis seseorang dari dalam kamar. Aku membuka pintu dengan hati-hati. Kulongokkan sedikit kepalaku ke dalam kamar. “Eomma...bangunlah” ujar Hyuri lirih. Deg! Mengapa jantungku tiba-tiba terasa sesak melihatnya seperti itu? ‘Tok, tok, tok,’ kuketuk pintu perlahan. Dia langsung menghapus air matanya dan membalikkan badannya. “Hyuri, kau tak apa? Tanyaku meyakinkan. “Ah oppa, anyeong, aku baik-baik saja” jawabnya. “Maaf mengganggumu, tetapi aku harus memeriksa keadaan ibumu dulu” aku mencoba menjelaskan. “Silahkan, oppa” ujarnya sambil tersenyum. Senyumannya....batinku. Itu termasuk ke dalam salah satu hal yang membuatku jatuh cinta kepadanya, ya dialah cinta pertamaku. Tapi tetap saja hal ini terasa salah. Sadarlah Hiroki! Dia saudaramu! Pikiranku menyadarkanku. “Kulihat kau selalu tegar Hyuri, ternyata di dalam dirimu kau juga rapuh” kataku sambil memeriksa kondisi ibunya.
“Hyuri, berhenti melamun” kataku ketika menyadari Hyuri tidak sedang ‘ada’ ditempatnya. “Aah, ya oppa?” “Kubilang jangan melamun, dan jangan terus menerus merasa sedih.

Bagaimana jika besok aku menjemputmu ke sekolah dan mentraktirmu?” tawarku. “Ah, terimakasih, oppa. Tapi...” “Sudahlah, jangan menolak, aku hanya ingin menghiburmu” potongku. “Bagaimana kondisi ibuku oppa?” dia mencoba mengalihkan perhatian. “Sejauh ini kondisinya membaik” jawabku. “Baiklah, aku pergi dulu, sampai jumpa besok, Hyuri ah” aku mengacak-ngacak rambutnya lalu keluar dari ruangan.
***
“Hyuri, sejak Jessica pindah ke USA kau selalu terlihat tidak semangat” Yuri menghampiriku dan memberiku sekotak susu. Saat ini sedang istirahat, dan aku tetap tinggal di kelas. “Iya, Hyuri, setidaknya kami juga masih temanmu” ujar Sunny yang tidak sengaja mendengar Yuri tadi. “makasih, Yuri, Sunny” aku berterima kasih dan tersenyum.
Kami mengakhiri pelajaran  hari ini dengan senang. Lelucan Sooyoung yang selalu mewarnai setiap mata pelajaran tak henti-hentinya membuat kami semua tertawa. Hari ini aku pulang bertiga bersama Sooyoung dan Yuri.

“Oppa, apa yang kau lakukan di sekolahku?” jerit Sooyoung kaget, saat melihat Hiroki bersandar di mobil Hyundai kesayangannya. Sooyoung adalah adik dari Hiroki oppa, jadi secara otomatis dia juga saudaraku.
“Aku kemari bukan untuk menjemputmu, Sooyoung” jawab Hiroki datar. “Hyuri, ayo, aku kan sudah berjanji padamu” Hiroki oppa menatapku sambil tersenyum dan memperlihatkan lesung pipinya. Deg! Selalu seperti ini jika aku menatapnya. Ini sudah lama terjadi, sejak kami masih kecil, sejak Hiroki oppa selalu berusaha untuk melindungiku. Aku tahu ini salah, sangat-sangat salah, tetapi aku sendiri tidak bisa menghilangkan perasaan ini meskipun aku sudah berusaha untuk menghilangkannya.
“Hah? Kau serius, oppa?” tanyaku polos. “Kau anggap aku bercanda?” kau ini ada-ada saja. Ayo cepat” tukasnya sambil membukakan pintu mobil. Aku ragu-ragu melangkahkan kakiku ke arahnya. “Ayolah, aku masih ada pekerjaan nanti sore” dia menarik tanganku.
“Memangnya kita akan kemana oppa?”tanyaku setelah berada di dalam mobil. “Kau belum makan siang kan?” tanyanya balik. “Ya” jawabku singkat.
Hiroki oppa melajukan mobilnya ke SHINE cafe. “Oppa, aku ingin ke toilet dulu sebentar” “Aku tunggu di meja nomor 9 ya” balasnya. “Ya” aku menjawab. “Hai!” seru seorang gadis yang sedang bersandar di wastafel sambil berkacak pinggang. “Krystal! Sedang apa kau disini?” kagetku. “Aku sedang berkencan, eonni” ujarnya tersipu malu. “Berkencan? Selamat Krystal kecil kamu sudah dewasa ya sekarang” godaku. “Eonni sendiri sedang apa disini?” selidiknya. “Aku hanya mampir dan makan siang bersama seorang temanku” jelasku. “Aah, sudahlah, temanku sudah menunggu” pamitku kepadanya. Saat kami berdua keluar dari toilet, Krystal melambaikan tangannya dan menghampiri seorang lelaki. Minho? Kagetku. Minho adalah saudaraku juga, adik bungsu Hiroki oppa. Aku bergegas menghampiri Hiroki oppa dan menceritakan pertemuanku dengan Krystal, lalu memesan makanan.
***
“Wah, adik bungsuku sudah besar ternyata” godaku pada Minho yang baru pulang. “Hah! Sejak kapan kau disitu?” dia melotot kaget. “Kau tahu ini jam berapa? Ini sudah larut mala, Minho,,” tegurku. “Mianhae kak, aku menemani temanku dulu” alasan Minho membuatku terbahak. “TEMAN? Maksudmu Krystal?” Minho tersentak kaget lalu tersipu. “Kau tahu darimana kak?” “Aku ini mempunyai banyak mata” candaku lalu aku bangkit menuju kamarku.
Aku meraih sebuah pigura kecil yang tergantung di dinding. Kapan aku dapat merubah perasaanku, Hyuri? Tanyaku dalam hati. Aku memandang seorang gadis kecil yang diapit oleh kedua saudaranya. “Eomma, bagaimana pendapat eomma jika seseorang jatuh cinta terhadap saudaranya sendiri?” tanyaku tiba-tiba kepada ibuku. Ibuku yang sedang membaca koran lantas menghentikan kegiatannya. “Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu, Hiroki?” tanyanya lembut. “Tidak, tidak apa-apa eomma, hanya ingin bertanya tentang pendapat eomma saja, aku tersenyum lalu mengoles rotiku. “Hmm..menurut eomma, semua tidak salah juga, selama saudaranya bukan saudara kandung” jawab eommaku bijak.
“Ah, terimakasih eomma, sepertinya aku akan terlambat jika terlalu santai, aku berangkat sekarang eomma” aku mencium pipi ibuku lalu pergi bekerja.
***
Hari ini aku berencana untuk menemui ibuku lagi, sepulang sekolah. “Hyuri! Mianhae, tampaknya aku batal menemanimu” ucapan Sunny membuyarkan lamunanku. “Ah, tidak apa-apa Sunny, sudah kubilang bukan, kau tidak usah repot-repot” aku tersenyum padanya. Bel pun berbunyi dan kami memulai pelajaran.
“Cklek” “Eomma, anyeong, aku datang” aku masuk kedalam kamar ibuku. “Eomma, bagaimana eomma hari ini? Cepatlah bangun, eomma, banyak yang ingin aku ceritakan padamu” aku menahan tangisku. “Tok, tok” pintu diketuk. “Ah, Hyuri, ternyata kamu” Hiroki oppa tersenyum kepadaku. “Izinkan aku untuk memeriksa kondisi ibumu, princess” guraunya. “Kau bisa saja oppa” aku tersenyum. “Hyuri, tampaknya ibumu menunjukkan perkembangan, setiap hari kondisinya semakin membaik” “Benarkah oppa?” “Ya” jawabnya.
“Hyuri, bisakah kau ikut aku sebentar?” tanya Hiroki oppa. “Kemana oppa?” balasku. “Cafetaria” jawabnya singkat. Aku lalu mengikuti Hiroki oppa menuju Cafetaria RS. Kami mengambil tempat duduk dekat jendela. “Ada apa oppa? Kau lapar? Lalu mengapa kau tidak memesan makanan? Apa mau kupesankan oppa?” rentetan pertanyaan meluncur dari mulutku. Aku bangkit dari tempat dudukku dan berbalik untuk memesan makanan. Tap! Tangan Hiroki oppa menahan tanganku. “Ada apa oppa?” aku membalikkan badanku kaget. “Aku tidak lapar, Hyuri, ada yang ingin kubicarakan padamu” dia menatapku dalam. Aku kembali duduk. “Ada apa oppa? Apa ada hubungannya dengan ibuku?” tanyaku was-was. “Tidak, ini...masalah pribadi” Hiroki oppa lalu menundukkan kepalanya. “Aku.....aku menyayangimu, Hyuri” lanjutnya lagi. Aku mematung saat mendengarkan kata-katanya. “Oppa..tentu saja, aku juga menyayangimu....ki, kita kan saudara” aku tergagap. “Bukan seperti itu, Hyuri, a...aku, mencintaimu, Hyuri” dia menatapku sungguh-sungguh”. “Oppa, kau tahu keadaanya..maafkan aku, oppa” aku melepaskan genggaman tangannya dan berlari meninggalkan Cafetaria.
***
Perih. Sakit sekali rasanya menerima kenyataan ini. Sudah kuduga reaksinya akan seperti itu. Aku berjalan lunglai menuju ruanganku. Baru saja aku mendudukkan tubuhku, seseorang perawat mengetuk pintu ruanganku. “Maaf dokter, mengganggumu waktumu, tetapi pasien kamar no.B9 telah sadar dari komanya”. “Hah? Saya akan segera kesana, terimakasih” aku mempersiapkan peralatanku dan bergegas menuju ke lokasi.
“Oppa, ibuku sadar!” Hyuri sedang menangis saat aku datang. “Ne, Hyuri, selamat, sebentar, biar aku memeriksa keadaan ibumu dulu” aku tersenyum padanya. Hyuri pamit meninggalkan ruangan untuk mengabari ayahnya.
***
“Jagiya*, maaf, aku harus pergi, ada meeting mendadak” suamiku bangkit dari kursi. “Sooyoung! Temani ibumu dulu, appa ada rapat!” lanjutnya. “Sudahlah, tidak apa-apa selaku. “Maafkan aku harus bekerja dan pulang larut lagi” dia memandangku, memohon maaf. “Sudahlah cepat, kau kan seorang pimpinan” aku terkekeh melihatnya sibuk. “Aku pulang!” seru Hiroki. “Ah, Hiroki, kau sudah makan?” tanyaku. “Sudah eomma,” jawabnya. “Eomma, sepertinya aku langsung ke kamar saja ya, aku lelah” lanjutnya lagi. Ada apa dengan orang-orang hari ini? Pikirku. Semuanya tampak sibuk dan lelah. Tidak bisakah mereka menikmati hidup?
* Istriku
Akhir-akhir ini Hiroki tampak sangat muram..”Hiroki” panggilku ketika masuk ke kamarnya. “Ah, eomma, ada apa?” dia membalikkan tubuhnya dari depan jendela. “Ada yang ingin eomma tanyakan” aku duduk di sofa di kaki tempat tidurnya dan menyuruhnya duduk disampingku. “Apakah ada masalah eomma?” tanyanya setelah duduk. “Kau ini kenapa? Akhir-akhir ini tampaknya sangat muram” aku mulai menginterogasi anakku. “Tidak apa-apa eomma, aku hanya lelah saja dengan pekerjaanku” sanggahnya. “Kau terbuka saja, eomma tahu kau sedang ada masalah” aku terus membujuknya. “Apakah ada hubungannya dengan pertanyaanmu kemarin?” tanyaku lagi. Dia tersentak. “Kau sudah membuka kartu asmu Hiroki” aku memancingnya. “Apa kau mencintai adikmu sendiri?” aku bertanya secara frontal. “Tidak eomma, aku tidak mencintai Sooyoung sebagai wanita, aku mencintainya sebagai adikku” tolaknya tegas. “Lalu siapa?” desakku. “Eomma, maafkan aku, tapi aku sendiri tidak bisa menahannya, aku mencintai Hyuri, eomma” pada akhirnya Hiroki mau mengaku. Aku tersenyum lembut padanya. Ternyata begitu. “Lalu mengapa kau tidak menyatakan perasaanmu?” tanyaku. “Eomma mendukungku?” dia menatapku bingung. “Tentu saja, mengapa tidak? Kau kan anak eomma” jawabku sambil mengacak-acak rambutnya. “Tapi eomma, Hyuri juga saudaraku” dia mencoba menyanggahku. “Ya, dia saudaramu tetapi kan kita tidak mempunyai hubungan keluarga dengan keluarganya” ujarku. “Maksud eomma? Bukankah antara appa dan eomma memiliki hubungan darah dengan kedua orangtuanya?” tanyanya lagi. “Siapa bilang? Kami berempat hanya sahabat yang sangat dekat sampai kami menganggap bahwa kami bersaudara” jelasku. “Jadi begitu?” Hiroki menatapku tak percaya. “Ya” yakinku.
***
Aku segera melarikan mobilku ke rumah sakit setelah mendengar cerita ibuku. Sesampainya di RS, aku segera menuju ke kamar ibunya Hyuri. Kuketu lalu kubuka pintunya “Annyeonghaseyo” sapaku. “Annyeong Hiroki” kedua orangtua Hyuri tersenyum kepadaku. “Apakah ini saatnya untuk memeriksa kondisiku?” gurau ibunya. “Tidak, aku kesini mengantar ibuku” aku dan eomma lalu masuk ke kamarnya. “Hyuri ah, ayo ikut aku” bisikku pada Hyuri. Hyuri menatapku bingung. “Om, tante, bolehkah aku pamit sebentar? Ada yang harus kubicarakan dengan Hyuri” aku menatap memohon kepada orangtua Hyuri. “Dengan senang hati, Hiroki” mereka menunjukkan senyuman misteriusnya.
“Ayo!” aku menarik tangan Hyuri keluar dari ruangan. “Ada apa lagi oppa?” tanya Hyuri setelah kami keluar dari ruangan kamar. Dia menundukkan kepalanya. “Sekarang tidak ada alasan lagi bagiku untuk tidak berani mencintaimu” ujarku tiba-tiba. Aku menggenggam kedua tangannya. “Hyuri, kita sama sekali tidak mempunyai hubungan keluarga” lalu kemudian aku menjelaskan semua kesalahpahaman yang terjadi.
“Benarkah?” tanyanya tak percaya. “Ya” aku menjawab dan tersenyum padanya. “Hyuri Hwang, would you be my girlfriend?” aku menatap matanya dalam-dalam. Hyuri kemudian tersenyum manis padaku. “Yes, i like to be your girlfriend” dia memelukku erat. “Aku selalu menunggu saat-saat seperti ini oppa” gumamnya. Tuhan memang adil, dan aku tidak akan pernah melepaskan anugerah yang telah diberikannya padaku.


Epilog
Sesaat aku terbangun dari tidurku saat mendengar ponselku berbunyi “Ah! Teuki oppa!, bagaimana keadaanmu disana? Sudah lama sekali kau tidak mengabariku” tanyaku khawatir atas keberadaannya. “Annyeong Yuna! Aku baik sekali, bahkan aku senang karena kali ini aku dapat menghubungimu, selain itu aku sudah selesai menempuh S2 disini,,aku bangga sekali Yuna!” jelasnya. “Aah! Selamat oppa..dan, kapan kau akan pulang ke Seoul lagi? Aku sangat merindukanmu oppa..” tanyaku dengan nada rendah. “Tenang saja, besok aku akan pulang kesana, tadinya aku akan memberi kejutan untukmu, tapi kau sudah menanyakan tentang hal itu kepadaku,,” jelasnya panjang lebar. “Baiklah, aku tunggu oppa!” teriakku memecahkan keheningan malam, lalu aku menutup ponselku. Sampai kapanpun aku akan terus menunggumu oppa..saranghaeo...
______________________
Entah kenapa sejak aku memutuskan untuk meninggalkan Heechul oppa dan pergi ke USA, aku merasa banyak kebahagiaan yang seolah-olah terlepas dari genggamanku. Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku untuk membuka e-mail, apakah ada pesan darinya? Sayang sekali, tidak ada satupun pesan masuk dari Heechul oppa. Apa sebaiknya aku mengirim pesan untuknya? Sudahlah aku kirim saja..

To : Heechul
Heechul oppa, aku tidak bisa lagi membohongi diriku sendiri yang selalu memikirkanmu, aku sangat merindukanmu, mugkin, kau marah padaku karena aku telah memutuskan untuk meninggalkanmu. Tapi aku ingin kita bisa memperbaiki hubungan ini kembali,,aku harap kau masih bisa mengerti perasaanku..’ saranghaeo ‘...
Setelah email itu terkirim, aku terus menunggu balasannya, 15 menit kemudian Heechul oppa telah membalas pesanku..
To : Jessica
Aah! Jessica, semua dugaanmu bahwa aku marah kepadamu itu semuanya salah,,aku sama sekali tidak marah kepadamu, aku sangat mengerti keinginanmu untuk menjadi aktris yang baik di USA, dan kau tahu? Aku akan mendatangimu dan menerimamu lagi disisiku, aku akan ke USA minggu depan Sica! ada even  pemotretan disana yang mengundangku..aku bahagia sekali! Tunggu aku disana ya Sica,,,
Baiklah Heechul oppa, aku akan menyambutmu dengan senyuman termanis yang pernah kau lihat saat pertama kali kita jumpa.
______________________
Aku tidak menyangka bahwa ini semua memang benar fakta, tapi aku sangat bahagia saat mengetahui kalau aku bukan saudara Hiroki oppa, ini semua seperti mimpi. Sejak kami mengetahui semua ini, orangtua kami sangat mendukung atas hubungan kita, dan sekarang aku mencintai Hiroki oppa bukan karena saudara seperti dulu, tapi aku mencintainya karena dia seorang lelaki yang selalu melindungiku.
Hari ini aku harus mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Hiroki, karena hari ini hari yang sangat istimewa menurutku, tentu saja Hiroki oppa dan keluarganya akan datang untuk melamarku sekaligus mengajakku untuk tunangan. Setelah semuanya siap, tak lama kemudian bel rumah berbunyi. “Hyuri ah, cepat turun! Hiroki dan keluarganya sudah datang!” appa memanggilku. “Baiklah appa, aku akan segera turun” terangku sambil menuruni tangga. Aku terkesima melihat Hiroki oppa berpakaian jas seperti itu, rasanya aku ingin cepat-cepat memilikinya.
Satu jam kemudian, akhirnya kami berdua telah resmi bertunangan. Dan aku berjanji kepada tuhan, akan selalu menjaganya dan tidak akan melepaskannya untuk selamanya.

1 komentar:

  1. Lucky Club: Live Casino website.
    Lucky Club: Live luckyclub.live Casino website. LuckyClub: Live Casino website. LuckyClub: Live Casino website. LuckyClub: Live Casino website. LuckyClub: Live Casino

    BalasHapus