Cinta itu bukan
hanya
sekedar cinta...
Satu
“Kriiiiiing!!!” bunyi jam weker membangunkanku
dari tidurku yang nyenyak. “Aaargh!” keluhku
sambil menutup telinga dengan bantal dan memasukkan weker ke dalam laci. Tidak
lama kemudian, suara cempreng ibuku benar-benar memaksaku untuk bangun. “Kim Yuna,
mau sampai kapan kau tidur? Hei pemalas, bangun!” “Iya ibu!” balasku sedikit
berteriak. Aku bangun dan mengambil jam weker yang tadi kudorong masuk ke laci.
Apa? Jam setengah tujuh? Ya ampun, aku kesiangan! Selesai siap-siap, aku
berlari ke ruang makan dan langsung mengambil selembar roti. “Ibu, aku
berangkat ya!” teriakku. Sudah jam tujuh, aku segera berlari ke halte bis dekat
rumahku.
Oiya,
namaku Kim Yuna, anak ke 2 dari 3 bersaudara. Ayahku seorang sutradara, ibuku
mantan aktris, kakakku sekarang menjadi artis, dan adikku anggota tim dance
sekolah. Aku sendiri sedang mempersiapkan diri untuk menjadi seorang penyanyi.
Setibanya
di halte bis, aku beruntung karena bisnya belum berangkat. “Permisi” aku
menyerobot seorang pria. “Tidak sopan untuk menyerobot seseorang yang lebih
tua” ujarnya kesal. “Ya, maaf paman” aku meminta maaf tanpa melihatnya pria itu
masuk ke dalam bis dan duduk di sebelahku. “Hei, enak saja kau memanggilku
paman” omelnya. “Kau kan lebih tua dariku, bukankah kau sendiri yang bilang?” tanyaku
malas. Aku melihat keluar jendela. “Aku memang lebih tua darimu, kau kan masih
SMA, tapi itu bukan berarti aku bisa disebut paman” dia menyerocos panjang
lebar. Ah! Untunglah bis sudah mau sampai, jadi aku tidak perlu terjebak
lama-lama dengan si bawel ini. “Apa peduliku? Sudahlah, aku mau turun!” aku
sengaja menabrak lututnya saat melewatinya untuk turun dari bis. “Hei! Aku
masih mahasiswa tahu!” teriaknya saat aku turun dari bis.
Ah sial,
rutukku dalam hati, ternyata gerbang sekolahku telah ditutup. Aku memohon
kepada paman Kang untuk dibukakan pintu gerbang, setelah lama membujuk akhirnya
aku diizinkan masuk. Penderitaanku tidak sampai disitu, setibanya dikelas,
ternyata Yoochun, guruku, sudah menunggu untuk menghukumku.
Pulang
sekolah, aku menerima sms dari ibuku, “Yuna, belilah daging dan sayuran untuk
makan malammu dan Taemin, ayah dan ibu ada acara sampai malam”. Aku meminta
Sunny, sahabatku, untuk menemaniku. Setibanya di supermarket aku meraih sebuah
troli kemudian berdiri diatas kaki-kakinya. “Sunny, lihat ini, aku akan
meluncur sampai ujung lorong” kataku. “Hei Kim Yuna, berhenti bertingkah seperti
anak kecil, kau ini sudah 18 tahun!” larang Sunny. Aku tidak mengindahkan
larangannya dan meluncur ke ujung lorong. “Aaaaaah!”teriakku. “Brukk” keretaku
jatuh tertabrak kereta lain. “Aduh” keluhku. “Kau?” aku kaget saat melihat
orang yang menabrakku.
***
“Brukk” keretaku
menabrak milik orang lain ketika aku hendak menuju ke tempat ramen. Seorang
gadis mengaduh kesakitan. Temannya berlari menghampiri gadis itu. “Kau
baik-baik saja, Yuna?” temannya tampak panik. “Maafkan aku karena telah
menabrakmu. Tapi kenapa kau bisa jatuh seperti ini? Biasanya jika terbentur
seperti tadi tidak akan sampai jatuh” ujarku. Ternyata dia adalah gadis yang
menyerobotku di bis tadi. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya menahan malu. Manis juga, batinku. Setelah meminta maaf
dan memberikan penjelasan, kami bertiga jalan bersama menuju kasir. “Sekali
lagi maaf ya..” ujarnya. “Hmmm, sudahlah, lagipula itu hanya kecelakaan, tidak
usah dibesar-besarkan, aku tidak suka itu” jelasku. “Tapi tetap saja aku merasa
tidak enak padamu” ujarnya bersikeras. “Baiklah, kalau begitu kau temani aku
seharian penuh hari minggu nanti”. “Untuk apa aku menemanimu seharian penuh?” tanyanya
lagi dengan wajahnya yang polos namun manis. “Tentu saja membayar kesalahanmu,
bodoh” aku menjawabnya dengan asal. “Baiklah sunbaenim, terimakasih banyak!” katanya
sambil berseri-seri. Berhentilah
bertingkah seperti ini, kataku dalam hati.
***
-Hari
minggu..-
Hari ini
aku bangun lebih pagi dari biasanya. Tebak kenapa? Aku akan berkencan! Yaa,
meskipun hanya menebus kesalahanku, bisa kan ini disebut kencan? Lagipula, dia
memang bukan seorang paman. Tampangnya juga cukup tampan. Ah, bodohnya aku,
lupa menanyakan namanya. Sudahlah, lagipula kami sudah janjian untuk bertemu di
SHINE cafe.
Setelah
menemukan baju yang pas, aku langsung berangkat menuju shine cafe. Saat kubuka
pintu cafe itu, aku langsung menemukan sosoknya. Ya tuhan...apakah dia seorang
malaikat? Wajahnya yang terkena cahaya terlihat sangat tampan dan bersinar.
Hari ini dia menggunakan kaos putih ditutupi oleh jaket kulit cokelatnya,
celana jeans dan dia juga memakai kacamata. “Annyeonghaseyo*” sapaku.
***
“Anyeonghaseyo”sapanya.
Aku lantas mendongakkan kepalaku. Tuhan...apakah dia manusia, atau seorang
dewi? Senyumnya manis sekali, rambutnya yang cokelatdiikat setengah dan sisanya
tergerai diatas pundaknya yang tertutupi dress berwarna putih gading. “A..anyeong”
jawabku dengan gugup. “Duduklah, apa kau sudah sarapan?” tanyaku untuk
mencairkan suasana. “Ah, kebetulan sekali aku belum sarapan, apa maksudmu barusan
itu menawariku untuk sarapan bersamamu? Baiklah kalau begitu” celotehnya.
*Halo
Kami memesan 2 porsi pancake dan 2 cangkir
cappucino. “Mau kemana kita hari ini?” tanyanya. “Bagaimana kalau berkeliling
kota seoul?” aku balas bertanya. “Hmm..” ekspresinya begitu lucu, “Ide bagus” ia
menyetujui.
Kami
memulai perjalanan kami dari sungai Han, sepanjang jalan kami saling bertukar
cerita. Ternyata dia sangat menyenangkan. Entah kenapa setiap melihat
senyumannya hatiku berdebar-debar. Tak terasa, hari sudah hampir malam, kami
memutuskan untuk naik kincir angin di taman hiburan di pusat kota. Kami duduk
bersebrangan, wajahnya terlihat sangat bahagia saat melihat pemandangan kota
seoul dari atas ketika senja tiba. Tiba-tiba dia menatapku dalam-dalam dan bertanya,
“Siapa namamu? Tampaknya aku lupa bertanya tentang itu”.
***
Dia
terbahak-bahak saat aku menanyakan namanya. “Apa ada yang salah?” tanyaku.
“Tidak, hanya saja kau membuatku terkejut” jawabnya sambil tersenyum. “Tapi
kuperhatikan, kau sudah berhenti memanggilku paman” sambungnya. “Oh, kau mau
tetap kupanggil paman?” tanyaku lagi. “Tidak, aku hanya bercanda, namaku Teuki.
Kau sendiri, siapa namamu?” “Kim Yuna, ehm, bolehkah aku memanggilmu oppa?” tanyaku.
“Tentu saja” jawabnya lagi. Kami pulang agak malam, Teuki oppa mengantarku
sampai ke rumah. Kami juga tak lupa untuk bertukar nomor handphone.
***
Sejak saat
itu, kami jadi sangat sering berhubungan. Disaat-saat bahagia, tiba-tiba aku
ditawari beaasiswa S2 oleh universitasku. Aku merasa sangat bingung, apakah
tetap tinggal di seoul agar tetap dekat dengan Yuna atau mengambil beasiswa itu
dan pergi ke Rusia? Setelah cukup lama aku menimbang akhirnya aku mendapat
suatu keputusan.
***
Lagu super
junior mengalun merdu dari handphoneku. “Teuki” tertera namanya di layar LG
cooky milikku ini. “Ya..halo?” kataku. “Ah, Yuna..bisakah kau melihat keluar
jendelamu sebentar?” “Ya, sebentar oppa” jawabku sembari beranjak dari tempat
tidur. Aku melihat kearah bawah jendela kamarku. Tuhan...betapa terharunya aku
melihat Teuki berdiri di tengah-tengah kumpulan senter yang membentuk satu
kalimat, “I LOVE YOU”. Kusadari perlahan air mataku turun membasahi kedua
pipiku. “Kemarilah” pinta Teuki melalui handphone. Aku bergegas menuruni tangga
dan setengah berlari keluar rumah. “Saranghaeyo*, Yuna” ucapnya masih
menempelkan handphone ke telinganya. “Aku juga” jawabku. Perlahan Teuki
menghampiriku, secara tiba-tiba dia memelukku sangat erat. “Maafkan aku Yuna,
tetapi aku harus pergi” ujarnya. “Pergi? Pergi kemana oppa?” tanyaku. “Aku akan
pergi ke Rusia, universitas menawariku beasiswa S2, dan sekalian menyelesaikan
S1 disana juga” jelasnya. Aku terisak, “Apakah harus secepat ini ya?” tanyaku
lagi, “Ya..ini semua demi masa depanku” jawabnya likku, Yuna..” sambungnya.
“Maukah kau tetap menungguku?” tanyanya lagi. “Aku akan selalu menunggumu,
oppa” ujarku sambil terisak.
Biarlah
dia mengejar mimpinya, karena aku akan selalu menunggunya, sampai kapanpun.
Malam ini tidak akan menjadi perpisahan bagi kami, tetapi hanya awal dari kisah
kami.
*Aku
mencintaimu
Dua
“Anyeonghaseyo,
perkenalkan nama saya jung sooyeon” untuk kesekian kalinya aku memperkenalkan
diriku pada para juri. Konyol memang tetapi ini mimpiku untuk menjadi seorang
penyanyi dan juga aktris. Dan untuk kesekian kalinya juga aku ditolak didalam
casting.
Pulang
dari casting, aku mampir ke shine cafe. “jonghyun ssi, aku minta ice
moccacinonya satu” ucapku lesu. “Ditolak lagi, nona?” tanya jonghyun. Jonghyun
adalah sahabat karib adikku, krystal. Dia bekerja sembilan di cafe ini.
“Begitulah” jawabku. Tring, bel pintu
cafe berbunyi, ternyata Hyuri, sahabat karibku. “Hey, Sica” panggilnya. Namaku
memang sooyeon, tetapi karena orangtuaku berbeda ras, aku campuran Korea-Amerika,
jadi nama lainku Jessica. Dan aku memang merasa lebih nyaman dipanggil dengan
nama itu. “Hyuri, kemana saja kau? Lama sekali, tahu” aku mendesah kesal.
“Mianhae* sica, aku ada urusan mendadak”
* Maaf
ujar Hyuri
meminta maaf.
“Hei lihat, bukankah itu Kim Heechul? Artis
yang sedang naik daun di negara kita?” celetuk seorang pelanggan cafe sambil
menunjuk ke layar televisi yang dipasang di sudut cafe. Enak sekali si Kim
Heechul itu, batinku, baru sebentar debut cepat sekali naik daun.
***
“Jessica,
kau sekelompok dengan Kim Yuna” Seonsaengnim sang guru memberikan instruksi
pada kami. “Ya, Seonsaengmin” jawab kami cepat. Jujur, aku tidak begitu dekat
dengan Yuna. Teman dekatku di kelas ini hanya Nari (kakaku), Hyuri, dan
Sooyoung. Aku memang pemilih, bisa dibilang teman-temanku orang berada semua.
Kalian pasti bingung kan, mengapa aku bisa satu kelas dengan kakakku? Itu
karena aku pintar. Umur kami hanya beda 1 tahun, dan aku mendapat akselerasi,
itulah sebabnya kami bisa sekelas. Aku dikelompokkan dengan Yuna, untuk tugas
sastra Korea kami. “Bagaimana kalau kita mengerjakan dirumahku?” tawar Yuna.
“Ide bagus” jawabku cepat, lagipula aku malas
untuk meladeni ‘tamu’ di rumahku. “Bagaimana kalau besok?” “Lebih cepat lebih
baik” jawabku lagi.
***
-Rumah Yuna-
Wow,
rumahnya besar juga, pikirku. “Ayo masuk” ajak Yuna. “Kau mau minum apa, Sica?”
tanyanya. “Terserah kau saja Yuna, asalkan kau tidak memberiku minuman beracun”
ujarku sedikit bergurau. “Hahaha Sica, bisa juga kau bergurau, ice princess” ujar Yuna terbahak-bahak
sambil menuju ke dapur. Ice princess,
batinku, sedingin itukah aku? Pikirku. “Yuna!”
teriak seseorang. Aku reflek menoleh ke arah suara itu. God is there an angel? Eits, itu..itu..KIM HEECHUL? Dia ada di
rumah ini? Rumah Yuna? “Oppa*, bisakah kau tidak berteriak saat memanggilku?” Yuna
datang sambil membawa dua gelas cola dingin. “Kau ini banyak protes, sudahlah,
loh, kau, bukankah kau salah satu peserta casting kemarin?” tanyanya sambil
menunjukku.
* Kakak
laki-laki
“Hah?aku?”
tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri. “Ya, kau, tentu saja kau!” “Ah, ya, aku
memang ikut casting kemarin” jawabku sedikit bangga. “Kudengar kau ditolak,
lagipula saat aku melihatmu berakting, itu sangat buruk! Bagaimana kau bisa
diterima?”
“A...apa?” ucapku tak percaya. “Sudahlah, Yuna,
aku pergi dulu, jaga rumah baik-baik” ujarnya sambil melongos pergi. “Jangan
dimasukkan ke hati, Sica, kakakku memang seperti itu” jelas Yuna. “Kakakmu?” tanyaku
tak percaya. “Ya, dia kakakku” ujar Yuna sambil memutar bola matanya.
***
Uukkh,
mengapa aku sama sekali tidak bisa bersikap ramah? Aku mengutuki diriku
sendiri. Aah bodohnya Kim Heechul! Jujur saja, saat aku pertama kali melihatnya
di tempat audisi kemarin, aku merasakan degup jantungku tidak beraturan,
ekspresinya saat menjiwai peran begitu emosional, tapi juri-juri kacangan itu
bodoh, aktris sebagus dia ditolak begitu saja. Ah, tiba-tiba satu ide muncul di
pikiranku.
Dia kan
temannya Yuna, kuajak kenalan saja, aku minta kenalkan pada Yuna, lalu akan
kutawarkan les privat akting gratis bersama super star Kim Heechul! Ah ide yang
sangat bagus, Kim Heechul!.
“Apa kau
sudah siap, Heechul ssi? Kami semua sudah menunggumu untuk pengambilan gambar
selanjutnya” tanya managerku. “Ah, ya, aku akan segera menyusulmu, gumamku saat
aku tersadar dari lamunanku.
***
“Yuna,
hari sudah menjelang malam, sebaiknya aku pulang sekarang” kata Jessica. “Apa
kau mau kuantarkan, Sica?” tanyaku. “Tidak usah, aku pulang naik taksi saja,
kita lanjutkan ini besok ya” jawab Jessica. “Oke”. Aku mengantarkan Jessica ke
depan rumah. “Sampai jumpa besok, Yuna” ujarnya sambil tersenyum. “Daah” aku
melambaikan tanganku.
“Yuna, aku
pulang!” seru kakakku dari lantai bawah. Aku bergegas turun ke bawah.
“Oppa,
kenapa kau berkata seperti itu tadi kepada temanku? Itu menyakitkan, oppa!” aku
berceloteh kesal. “Ya, ya, maaf! Aku pun
tak tahu mengapa aku berkata seperti itu!” jawabnya dengan kasar. “Hei Kim Yuna,
kau harus memperkenalkanku padanya!” pintanya. “Untuk apa?” tanyaku. “Aku....tidak apa-apa! Hanya sebagai
permintaan maaf!” dia sedikit berteriak. “Hei tidak usah membentakku! Lihat
saja kau, takkan ku kenalkan pada Sica!” teriakku. “Baik! Baik! Maaf, oke! Ayolah
Yuna, kenalkan aku pada temanmu” rengeknya. “Baiklah oppa, suatu saat kau akan
berterimakasih padaku”. Kataku bangga.
***
“Sica,
bagaimana kalau hari ini kita menyelesaikan tugasnya di kamarku saja?” tawar Yuna.
“Aku ikut saja” kataku sambil tersenyum. “Ayo, ikuti aku” ajak Yuna. Kami naik
ke lantai atas. “Hei, kemari lagi kau rupanya” celetuk seseorang. Orang ini
lagi, batinku. Aku hanya tersenyum. “Ah, Sica, kau pasti sudah tau oppaku kan? Kim
Heechul?” tanya Yuna. “Oppa, kenalkan, ini temanku, namanya Jung Sooyeon, tapi
panggilannya Jessica” terang Yuna.
“Halo” Heechul
menyodorkan tangannya. Aku menjabat tangannya. “Maafkan ucapanku kemarin, aku
memang seperti itu orangnya” Heechul meminta maaf. “Sebagai permintaan maaf,
bagaimana jika aku menjadi guru aktingmu? Ini gratis loh” tawarnya. “Hah?” aku
hanya bisa melongo. “Ayolah, kau mau tidak, penawaran ini hanya berlaku satu
kali loh” ujarnya lagi. “Baiklah, kamsahamnida*, Heechul” jawabku kemudian. “Panggil
aku oppa saja Sica”. “Ah, baiklah, Heechul oppa” kataku lagi.
***
“Kakakmu
baik juga” kata Jessica sambil menghempaskan tubuhnya keatas kasurku. “Dia
memang begitu, Sica” terangku. “Hey, siapa ini?” sembari mengambil bingkai foto
yang kutaruh diatas meja kecil. “Dia...pacarku” aku tersipu malu. “Kau sudah
punya pacar? Keren sekali” puji Sica. “Ya, dia adalah cinta pertamaku” ujarku
sambil mengingat masa laluku. “Dimana dia sekarang?” tanyanya lagi. “Sudah 3
bulan ini dia berada di Rusia, menyelesaikan kuliahnya” jawabku.
* Terimakasih
‘Tok, tok,
tok’ pintu kamarku diketuk, memotong pembicaraan kami. Heechul oppa melongokkan
kepalanya. “Sica, bolehkah aku minta nomer handphonemu? Akan kuhubungi jika aku
ada waktu kosong, kita mulai berlatih” cerocosnya. Merekapun lalu bertukar
nomer handphone masing-masing.
***
Heechul : apa besok kau ada jadwal?
Tak lama kemudian,
hp ku berbunyi.
Sica : sepertinya kosong, memangnya ada apa?
Aku segera
membalasnya
Heechul : tidak, hanya bertanya.
Yes! Besok
jadwalku kosong, akan kumanfaatkan waktuku untuk mendapatkan Sica! Pikirku.
***
“Ring ding
dong, ring ding dong” hp ku menyanyi. “Apa ini Heechul oppa?” sapaku. “Ah, ya,
Sica, ini aku” jawabnya. “Kebetulan hari ini jadwalku kosong, bagaimana jika
kita
mulai
berlatih? Kutemui kau di gedung agensiku satu jam lagi” kata Heechul. Dia
langsung menutup teleponnya tanpa memberikanku kesempatan bicara.
Satu jam
kemudian.... “Heechul oppa, kau dimana?” tanyaku. “Aku menunggu di depan
gedung, Sica, ah! Aku melihatmu” jawabnya sambil melambaikan tangannya.
“Anyeonghaseyo” sapaku sambil membungkukkan badan. “Ayo” ajak Heechul oppa. Kami
tiba di lantai 4 gedung SM. Heechul oppa mengajakku ke satu ruangan yang penuh
kaca. “Coba perlihatkan aktingmu, bercerminlah, lihat oleh dirimu sendiri,
apakah penampilanmu sudah maksimal atau belum” perintah Heechul oppa. Setelah
beberapa jam berlatih dan bercanda dengan Heechul, kami beranjak menuju ke atap
gedung. “Sudah malam” gumamnya. “Lihat oppa, bintang di sebelah sana bersinar
sangat terang” tunjukku. “Kelak kau akan bersinar seterang bintang itu, Sica” kata
Heechul oppa tiba-tiba.
“Sica, ada
yang ingin aku katakan kepadamu” katanya lagi. “Ada apa oppa?” tanyaku. “Aku....sejak
pertama melihatmu di tempat casting waktu itu, aku...jatuh cinta padamu” ujarnya.
“......” hahaaahaa oppa, apa itu pernyataan cinta?”
tanyaku.
“Ya! Aku serius Sica!” tampaknya ia kesal. “Oppa, apa kau tahu, sudah lama..aku
menyukai kepribadianmu, dan sejujurnya itu juga membuatku jatuh cinta padamu”.
“Lalu, apakah itu artinya kau mau menjadi pacarku?” tanyanya kemudian. “Ya,”
jawabku.
***
Minggu
demi minggu kami lewati tanpa masalah. Sampai hari itu tiba. Aku tiba di kantor
managerku pada pukul 10 pagi. “Lihat ini” perintah managerku sambil melempar
sebuah tabloid. Disitu tertulis :
“KIM HEECHUL TERLIHAT MESRA DENGAN SEORANG WANITA”
Disitu
terpampang fotoku bersama Sica, sekitar dua hari yang lalu, saat itu kami
sedang berjalan-jalan di taman pusat kota Seoul. Posisinya memang cukup mesra,
aku merangkul pundaknya sambil berjalan, sedangkan Sica sendiri memegang erat
pinggangku. “Apa maksudnya itu?” tanya managerku kemudian. “Mengapa kau tidak
menceritakan ini padaku?” lanjutnya lagi. “Mianhaeo, aku tidak bisa
menjelaskannya
sekarang” jawabku. Aku lekas membawa tabloid itu dan bergegas pergi dari
kantor.
***
Seminggu
sejak foto kami muncul di tabloid, hidupku menjadi tidak tenang. Bahkan sudah
beberapa kali aku terkena lemparan telur para fansnya Heechul oppa. Tidak
jarang pula telepon yang mengancam atau surat-surat ancaman singgah di rumahku.
Apa yang harus aku lakukan? Apa hubungan ini harus diakhiri?
***
“Gee gee gee gee gee” kurasakan handphoneku
bergetar di dalam sakuku. “Halo, Sica, ada apa? Apa para fansku menyerangmu
lagi?” tanyaku. “Tidak, oppa, bisakah kita bertemu di tempat biasa? Aku akan
menunggumu, jika kau bisa tolong secepatnya kau kesini” jawab Sica. Untunglah,
aku sedang menuju ke gedung SM. Setibanya di gedung SM aku segera naik ke atap.
Ya, disini tempat dimana biasanya kami menghabiskan waktu bersama. “Sica”
panggilku. “Oppa, kau sudah datang” dia membalikkan badannya dan tersenyum.
“Ada apa Sica? Semuanya baik-baik saja bukan?” tanyaku. “Aku...ingin berpisah,
oppa” katanya tiba-tiba. “Apa maksudmu? Kenapa kau berkata seperti itu?”. “Aku
hanya tidak ingin mengecewakan para fansmu oppa” jawabnya lagi. “Kau tidak
perlu begitu, Sica” aku merasakan pilu menyapi hatiku. “Tidak, oppa, bukan
hanya karena ini. Aku akan pindah sekolah ke USA, aku ingin belajar akting
lebih banyak. Dan aku perlu berkonsentrasi, aku tidak akan pernah berhasil jika
terus memikirkanmu, oppa. Maafkan aku” terangnya lagi. “Apa itu benar, Sica? Atau
hanya alasanmu saja?” aku terus menerus mencoba mempertahankan hubungan ini.
Sica langsung menghampiri dan memelukku dengan erat.
“Mianhaeo,
oppa, biarkan aku membuktikan pada semua orang bahwa aku juga pantas dicintai!
Biarkan aku pergi mencari bintangku, oppa!” jeritnya terisak dalam pelukanku.
“Baiklah Sica, jika itu keinginanmu. Aku mendukungmu dan rela berpisah demi
kebaikanmu. Kau tenang saja, kau akan selalu menjadi bintang yang bersinar
terang di hatiku” kataku. “Terimakasih, oppa” ujarnya lagi.
***
3 hari
setelah perpisahan kami, aku menyibukkan diri dengan persiapanku untuk pindah
ke USA, untunglah disana masih ada kerabatku. “Sudah siap, eonni*? Eomma** dan
appa*** sudah menunggumu!” ajak Krystal.
Di dalam
pesawat aku melihat pemandangan indah kota Seoul dari langit. Melihat atap-atap
gedung mengingatkanku padanya. Terimakasih banyak Heechul oppa, aku akan selalu
mencintaimu, kataku dalam hati.
* Kakak perempuan
** Ibu
*** Ayah
Tiga
Haah,
mengapa ini semua harus terjadi? Aku jadi kehilangan sahabat terbaikku
gara-gara orang-orang yang iri melihat sahabatku mempunyai kekasih seorang
artis. Apa salahnya coba? Para fans itu memang berlebihan, pikirku.
“Hyuri,
ayo, mengapa kau malah melamun? Kita kan harus bertemu eommamu hari ini” ucapan
ayahku menyadarkanku dari lamunanku. “Ah, ne*, appa”. Hari ini hari minggu,
waktunya bagiku untuk mengunjungi eommaku di rumah sakit. Bingung? Eommaku
mengalami kecelakaan hebat sebulan yang lalu. Beliau sekarang koma. Setiap
minggu aku dan appa berkunjung bersama menemui eomma.
“Anyeonghaseyo,
paman, Hyuri” sapa Hiroki oppa, dokter eommaku. Aku dan Hiroki oppa sebenarnya
bersaudara, dan umur kami tidak terpaut terlalu jauh. “Anyeong, Hiroki, apa
kabar appa dan eommamu? Sudah lama aku tak bertemu dengan mereka” kata appa.
* Iya
“Mereka
baik-baik saja, paman, mereka juga sudak tidak sabar untuk kembali kemari”
jawab Hiroki oppa. “Oppa, apakah ada kemajuan pada eomma?” tanyaku. “Sejauh ini
kondisinya masih belum stabil, kadang mmembaik, tetapi cepat memburuk, kami
akan berusaha seoptimal mungkin, Hyuri” jawabnya lagi. “Sudahlah, biar waktu
yang menentukan Hyuri” timpal ayahku.
***
-2 hari
kemudian-
“Hoaaaammm..”
Beong ki menguap menahan kantuknya. “Padat sekali jadwalku akhir-akhir ini”
keluhnya. “Kita ini dokter, Beong ki, sudah menjadi kewajiban kita untuk
menolong nyawa manusia” ujarku. “Hey, Choi Hiroki, tidak bisakah kau berhenti
berceramah satu kalipun? Aku jenuh mendengarmu” tampaknnya sahabatku yang satu
ini moodnya sedang buruk. “Arasso*, Beong ki, aku pergi dulu, ini jamku untuk
mengecek keadaan pasienku” pamitku. Beong ki hanya menganggukkan kepalanya.
* Aku
mengerti
Aku
melangkahkan kakiku ke kamar 139. Kudengar isak tangis tangis seseorang dari
dalam kamar. Aku membuka pintu dengan hati-hati. Kulongokkan sedikit kepalaku
ke dalam kamar. “Eomma...bangunlah” ujar Hyuri lirih. Deg! Mengapa jantungku
tiba-tiba terasa sesak melihatnya seperti itu? ‘Tok, tok, tok,’ kuketuk pintu
perlahan. Dia langsung menghapus air matanya dan membalikkan badannya. “Hyuri,
kau tak apa? Tanyaku meyakinkan. “Ah oppa, anyeong, aku baik-baik saja”
jawabnya. “Maaf mengganggumu, tetapi aku harus memeriksa keadaan ibumu dulu”
aku mencoba menjelaskan. “Silahkan, oppa” ujarnya sambil tersenyum.
Senyumannya....batinku. Itu termasuk ke dalam salah satu hal yang membuatku
jatuh cinta kepadanya, ya dialah cinta pertamaku. Tapi tetap saja hal ini
terasa salah. Sadarlah Hiroki! Dia
saudaramu! Pikiranku menyadarkanku. “Kulihat kau selalu tegar Hyuri,
ternyata di dalam dirimu kau juga rapuh” kataku sambil memeriksa kondisi
ibunya.
“Hyuri,
berhenti melamun” kataku ketika menyadari Hyuri tidak sedang ‘ada’ ditempatnya.
“Aah, ya oppa?” “Kubilang jangan melamun, dan jangan terus menerus merasa
sedih.
Bagaimana
jika besok aku menjemputmu ke sekolah dan mentraktirmu?” tawarku. “Ah,
terimakasih, oppa. Tapi...” “Sudahlah, jangan menolak, aku hanya ingin
menghiburmu” potongku. “Bagaimana kondisi ibuku oppa?” dia mencoba mengalihkan
perhatian. “Sejauh ini kondisinya membaik” jawabku. “Baiklah, aku pergi dulu,
sampai jumpa besok, Hyuri ah” aku mengacak-ngacak rambutnya lalu keluar dari
ruangan.
***
“Hyuri,
sejak Jessica pindah ke USA kau selalu terlihat tidak semangat” Yuri
menghampiriku dan memberiku sekotak susu. Saat ini sedang istirahat, dan aku
tetap tinggal di kelas. “Iya, Hyuri, setidaknya kami juga masih temanmu” ujar
Sunny yang tidak sengaja mendengar Yuri tadi. “makasih, Yuri, Sunny” aku berterima
kasih dan tersenyum.
Kami
mengakhiri pelajaran hari ini dengan
senang. Lelucan Sooyoung yang selalu mewarnai setiap mata pelajaran tak
henti-hentinya membuat kami semua tertawa. Hari ini aku pulang bertiga bersama
Sooyoung dan Yuri.
“Oppa, apa
yang kau lakukan di sekolahku?” jerit Sooyoung kaget, saat melihat Hiroki
bersandar di mobil Hyundai kesayangannya. Sooyoung adalah adik dari Hiroki
oppa, jadi secara otomatis dia juga saudaraku.
“Aku
kemari bukan untuk menjemputmu, Sooyoung” jawab Hiroki datar. “Hyuri, ayo, aku
kan sudah berjanji padamu” Hiroki oppa menatapku sambil tersenyum dan
memperlihatkan lesung pipinya. Deg!
Selalu seperti ini jika aku menatapnya. Ini sudah lama terjadi, sejak kami
masih kecil, sejak Hiroki oppa selalu berusaha untuk melindungiku. Aku tahu ini
salah, sangat-sangat salah, tetapi aku sendiri tidak bisa menghilangkan
perasaan ini meskipun aku sudah berusaha untuk menghilangkannya.
“Hah? Kau
serius, oppa?” tanyaku polos. “Kau anggap aku bercanda?” kau ini ada-ada saja.
Ayo cepat” tukasnya sambil membukakan pintu mobil. Aku ragu-ragu melangkahkan
kakiku ke arahnya. “Ayolah, aku masih ada pekerjaan nanti sore” dia menarik
tanganku.
“Memangnya
kita akan kemana oppa?”tanyaku setelah berada di dalam mobil. “Kau belum makan
siang kan?” tanyanya balik. “Ya” jawabku singkat.
Hiroki
oppa melajukan mobilnya ke SHINE cafe. “Oppa, aku ingin ke toilet dulu
sebentar” “Aku tunggu di meja nomor 9 ya” balasnya. “Ya” aku menjawab. “Hai!”
seru seorang gadis yang sedang bersandar di wastafel sambil berkacak pinggang.
“Krystal! Sedang apa kau disini?” kagetku. “Aku sedang berkencan, eonni”
ujarnya tersipu malu. “Berkencan? Selamat Krystal kecil kamu sudah dewasa ya
sekarang” godaku. “Eonni sendiri sedang apa disini?” selidiknya. “Aku hanya
mampir dan makan siang bersama seorang temanku” jelasku. “Aah, sudahlah,
temanku sudah menunggu” pamitku kepadanya. Saat kami berdua keluar dari toilet,
Krystal melambaikan tangannya dan menghampiri seorang lelaki. Minho? Kagetku. Minho adalah saudaraku
juga, adik bungsu Hiroki oppa. Aku bergegas menghampiri Hiroki oppa dan
menceritakan pertemuanku dengan Krystal, lalu memesan makanan.
***
“Wah, adik
bungsuku sudah besar ternyata” godaku pada Minho yang baru pulang. “Hah! Sejak
kapan kau disitu?” dia melotot kaget. “Kau tahu ini jam berapa? Ini sudah larut
mala, Minho,,” tegurku. “Mianhae kak, aku menemani temanku dulu” alasan Minho
membuatku terbahak. “TEMAN? Maksudmu Krystal?” Minho tersentak kaget lalu
tersipu. “Kau tahu darimana kak?” “Aku ini mempunyai banyak mata” candaku lalu
aku bangkit menuju kamarku.
Aku meraih
sebuah pigura kecil yang tergantung di dinding. Kapan aku dapat merubah
perasaanku, Hyuri? Tanyaku dalam hati. Aku memandang seorang gadis kecil yang
diapit oleh kedua saudaranya. “Eomma, bagaimana pendapat eomma jika seseorang
jatuh cinta terhadap saudaranya sendiri?” tanyaku tiba-tiba kepada ibuku. Ibuku
yang sedang membaca koran lantas menghentikan kegiatannya. “Kenapa kau
tiba-tiba bertanya seperti itu, Hiroki?” tanyanya lembut. “Tidak, tidak apa-apa
eomma, hanya ingin bertanya tentang pendapat eomma saja, aku tersenyum lalu
mengoles rotiku. “Hmm..menurut eomma, semua tidak salah juga, selama saudaranya
bukan saudara kandung” jawab eommaku bijak.
“Ah,
terimakasih eomma, sepertinya aku akan terlambat jika terlalu santai, aku
berangkat sekarang eomma” aku mencium pipi ibuku lalu pergi bekerja.
***
Hari ini
aku berencana untuk menemui ibuku lagi, sepulang sekolah. “Hyuri! Mianhae,
tampaknya aku batal menemanimu” ucapan Sunny membuyarkan lamunanku. “Ah, tidak apa-apa
Sunny, sudah kubilang bukan, kau tidak usah repot-repot” aku tersenyum padanya.
Bel pun berbunyi dan kami memulai pelajaran.
“Cklek”
“Eomma, anyeong, aku datang” aku masuk kedalam kamar ibuku. “Eomma, bagaimana
eomma hari ini? Cepatlah bangun, eomma, banyak yang ingin aku ceritakan padamu”
aku menahan tangisku. “Tok, tok”
pintu diketuk. “Ah, Hyuri, ternyata kamu” Hiroki oppa tersenyum kepadaku.
“Izinkan aku untuk memeriksa kondisi ibumu, princess” guraunya. “Kau bisa saja
oppa” aku tersenyum. “Hyuri, tampaknya ibumu menunjukkan perkembangan, setiap
hari kondisinya semakin membaik” “Benarkah oppa?” “Ya” jawabnya.
“Hyuri,
bisakah kau ikut aku sebentar?” tanya Hiroki oppa. “Kemana oppa?” balasku.
“Cafetaria” jawabnya singkat. Aku lalu mengikuti Hiroki oppa menuju Cafetaria
RS. Kami mengambil tempat duduk dekat jendela. “Ada apa oppa? Kau lapar? Lalu
mengapa kau tidak memesan makanan? Apa mau kupesankan oppa?” rentetan
pertanyaan meluncur dari mulutku. Aku bangkit dari tempat dudukku dan berbalik
untuk memesan makanan. Tap! Tangan Hiroki
oppa menahan tanganku. “Ada apa oppa?” aku membalikkan badanku kaget. “Aku
tidak lapar, Hyuri, ada yang ingin kubicarakan padamu” dia menatapku dalam. Aku
kembali duduk. “Ada apa oppa? Apa ada hubungannya dengan ibuku?” tanyaku
was-was. “Tidak, ini...masalah pribadi” Hiroki oppa lalu menundukkan kepalanya.
“Aku.....aku menyayangimu, Hyuri” lanjutnya lagi. Aku mematung saat
mendengarkan kata-katanya. “Oppa..tentu saja, aku juga menyayangimu....ki, kita
kan saudara” aku tergagap. “Bukan seperti itu, Hyuri, a...aku, mencintaimu, Hyuri”
dia menatapku sungguh-sungguh”. “Oppa, kau tahu keadaanya..maafkan aku, oppa”
aku melepaskan genggaman tangannya dan berlari meninggalkan Cafetaria.
***
Perih.
Sakit sekali rasanya menerima kenyataan ini. Sudah kuduga reaksinya akan
seperti itu. Aku berjalan lunglai menuju ruanganku. Baru saja aku mendudukkan
tubuhku, seseorang perawat mengetuk pintu ruanganku. “Maaf dokter, mengganggumu
waktumu, tetapi pasien kamar no.B9 telah sadar dari komanya”. “Hah? Saya akan
segera kesana, terimakasih” aku mempersiapkan peralatanku dan bergegas menuju
ke lokasi.
“Oppa,
ibuku sadar!” Hyuri sedang menangis saat aku datang. “Ne, Hyuri, selamat,
sebentar, biar aku memeriksa keadaan ibumu dulu” aku tersenyum padanya. Hyuri
pamit meninggalkan ruangan untuk mengabari ayahnya.
***
“Jagiya*,
maaf, aku harus pergi, ada meeting mendadak” suamiku bangkit dari kursi. “Sooyoung!
Temani ibumu dulu, appa ada rapat!” lanjutnya. “Sudahlah, tidak apa-apa selaku.
“Maafkan aku harus bekerja dan pulang larut lagi” dia memandangku, memohon
maaf. “Sudahlah cepat, kau kan seorang pimpinan” aku terkekeh melihatnya sibuk.
“Aku pulang!” seru Hiroki. “Ah, Hiroki, kau sudah makan?” tanyaku. “Sudah
eomma,” jawabnya. “Eomma, sepertinya aku langsung ke kamar saja ya, aku lelah”
lanjutnya lagi. Ada apa dengan orang-orang hari ini? Pikirku. Semuanya tampak
sibuk dan lelah. Tidak bisakah mereka menikmati hidup?
* Istriku
Akhir-akhir
ini Hiroki tampak sangat muram..”Hiroki” panggilku ketika masuk ke kamarnya.
“Ah, eomma, ada apa?” dia membalikkan tubuhnya dari depan jendela. “Ada yang
ingin eomma tanyakan” aku duduk di sofa di kaki tempat tidurnya dan menyuruhnya
duduk disampingku. “Apakah ada masalah eomma?” tanyanya setelah duduk. “Kau ini
kenapa? Akhir-akhir ini tampaknya sangat muram” aku mulai menginterogasi
anakku. “Tidak apa-apa eomma, aku hanya lelah saja dengan pekerjaanku”
sanggahnya. “Kau terbuka saja, eomma tahu kau sedang ada masalah” aku terus
membujuknya. “Apakah ada hubungannya dengan pertanyaanmu kemarin?” tanyaku
lagi. Dia tersentak. “Kau sudah membuka kartu asmu Hiroki” aku memancingnya.
“Apa kau mencintai adikmu sendiri?” aku bertanya secara frontal. “Tidak eomma,
aku tidak mencintai Sooyoung sebagai wanita, aku mencintainya sebagai adikku”
tolaknya tegas. “Lalu siapa?” desakku. “Eomma, maafkan aku, tapi aku sendiri
tidak bisa menahannya, aku mencintai Hyuri, eomma” pada akhirnya Hiroki mau
mengaku. Aku tersenyum lembut padanya. Ternyata begitu. “Lalu mengapa kau tidak
menyatakan perasaanmu?” tanyaku. “Eomma mendukungku?” dia menatapku bingung.
“Tentu saja, mengapa tidak? Kau kan anak eomma” jawabku sambil mengacak-acak
rambutnya. “Tapi eomma, Hyuri juga saudaraku” dia mencoba menyanggahku. “Ya,
dia saudaramu tetapi kan kita tidak mempunyai hubungan keluarga dengan
keluarganya” ujarku. “Maksud eomma? Bukankah antara appa dan eomma memiliki
hubungan darah dengan kedua orangtuanya?” tanyanya lagi. “Siapa bilang? Kami
berempat hanya sahabat yang sangat dekat sampai kami menganggap bahwa kami
bersaudara” jelasku. “Jadi begitu?” Hiroki menatapku tak percaya. “Ya” yakinku.
***
Aku segera
melarikan mobilku ke rumah sakit setelah mendengar cerita ibuku. Sesampainya di
RS, aku segera menuju ke kamar ibunya Hyuri. Kuketu lalu kubuka pintunya
“Annyeonghaseyo” sapaku. “Annyeong Hiroki” kedua orangtua Hyuri tersenyum
kepadaku. “Apakah ini saatnya untuk memeriksa kondisiku?” gurau ibunya. “Tidak,
aku kesini mengantar ibuku” aku dan eomma lalu masuk ke kamarnya. “Hyuri ah,
ayo ikut aku” bisikku pada Hyuri. Hyuri menatapku bingung. “Om, tante, bolehkah
aku pamit sebentar? Ada yang harus kubicarakan dengan Hyuri” aku menatap
memohon kepada orangtua Hyuri. “Dengan senang hati, Hiroki” mereka menunjukkan
senyuman misteriusnya.
“Ayo!” aku
menarik tangan Hyuri keluar dari ruangan. “Ada apa lagi oppa?” tanya Hyuri
setelah kami keluar dari ruangan kamar. Dia menundukkan kepalanya. “Sekarang
tidak ada alasan lagi bagiku untuk tidak berani mencintaimu” ujarku tiba-tiba.
Aku menggenggam kedua tangannya. “Hyuri, kita sama sekali tidak mempunyai
hubungan keluarga” lalu kemudian aku menjelaskan semua kesalahpahaman yang
terjadi.
“Benarkah?”
tanyanya tak percaya. “Ya” aku menjawab dan tersenyum padanya. “Hyuri Hwang, would you be my girlfriend?” aku menatap
matanya dalam-dalam. Hyuri kemudian tersenyum manis padaku. “Yes, i like to be your girlfriend” dia
memelukku erat. “Aku selalu menunggu saat-saat seperti ini oppa” gumamnya.
Tuhan memang adil, dan aku tidak akan pernah melepaskan anugerah yang telah
diberikannya padaku.
Epilog
Sesaat aku
terbangun dari tidurku saat mendengar ponselku berbunyi “Ah! Teuki oppa!,
bagaimana keadaanmu disana? Sudah lama sekali kau tidak mengabariku” tanyaku
khawatir atas keberadaannya. “Annyeong Yuna! Aku baik sekali, bahkan aku senang
karena kali ini aku dapat menghubungimu, selain itu aku sudah selesai menempuh
S2 disini,,aku bangga sekali Yuna!” jelasnya. “Aah! Selamat oppa..dan, kapan
kau akan pulang ke Seoul lagi? Aku sangat merindukanmu oppa..” tanyaku dengan
nada rendah. “Tenang saja, besok aku akan pulang kesana, tadinya aku akan
memberi kejutan untukmu, tapi kau sudah menanyakan tentang hal itu kepadaku,,”
jelasnya panjang lebar. “Baiklah, aku tunggu oppa!” teriakku memecahkan
keheningan malam, lalu aku menutup ponselku. Sampai kapanpun aku akan terus
menunggumu oppa..saranghaeo...
______________________
Entah
kenapa sejak aku memutuskan untuk meninggalkan Heechul oppa dan pergi ke USA,
aku merasa banyak kebahagiaan yang seolah-olah terlepas dari genggamanku.
Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku untuk membuka e-mail, apakah ada pesan
darinya? Sayang sekali, tidak ada satupun pesan masuk dari Heechul oppa. Apa
sebaiknya aku mengirim pesan untuknya? Sudahlah aku kirim saja..
To : Heechul
Heechul oppa, aku tidak bisa lagi membohongi
diriku sendiri yang selalu memikirkanmu, aku sangat merindukanmu, mugkin, kau
marah padaku karena aku telah memutuskan untuk meninggalkanmu. Tapi aku ingin
kita bisa memperbaiki hubungan ini kembali,,aku harap kau masih bisa mengerti
perasaanku..’ saranghaeo ‘...
Setelah
email itu terkirim, aku terus menunggu balasannya, 15 menit kemudian Heechul
oppa telah membalas pesanku..
To : Jessica
Aah! Jessica, semua dugaanmu bahwa aku marah
kepadamu itu semuanya salah,,aku sama sekali tidak marah kepadamu, aku sangat mengerti
keinginanmu untuk menjadi aktris yang baik di USA, dan kau tahu? Aku akan
mendatangimu dan menerimamu lagi disisiku, aku akan ke USA minggu depan Sica!
ada even pemotretan disana yang
mengundangku..aku bahagia sekali! Tunggu aku disana ya Sica,,,
Baiklah
Heechul oppa, aku akan menyambutmu dengan senyuman termanis yang pernah kau lihat
saat pertama kali kita jumpa.
______________________
Aku tidak
menyangka bahwa ini semua memang benar fakta, tapi aku sangat bahagia saat
mengetahui kalau aku bukan saudara Hiroki oppa, ini semua seperti mimpi. Sejak
kami mengetahui semua ini, orangtua kami sangat mendukung atas hubungan kita,
dan sekarang aku mencintai Hiroki oppa bukan karena saudara seperti dulu, tapi
aku mencintainya karena dia seorang lelaki yang selalu melindungiku.
Hari ini
aku harus mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Hiroki, karena hari ini
hari yang sangat istimewa menurutku, tentu saja Hiroki oppa dan keluarganya
akan datang untuk melamarku sekaligus mengajakku untuk tunangan. Setelah semuanya
siap, tak lama kemudian bel rumah berbunyi. “Hyuri ah, cepat turun! Hiroki dan
keluarganya sudah datang!” appa memanggilku. “Baiklah appa, aku akan segera
turun” terangku sambil menuruni tangga. Aku terkesima melihat Hiroki oppa
berpakaian jas seperti itu, rasanya aku ingin cepat-cepat memilikinya.
Satu jam
kemudian, akhirnya kami berdua telah resmi bertunangan. Dan aku berjanji kepada
tuhan, akan selalu menjaganya dan tidak akan melepaskannya untuk selamanya.
Lucky Club: Live Casino website.
BalasHapusLucky Club: Live luckyclub.live Casino website. LuckyClub: Live Casino website. LuckyClub: Live Casino website. LuckyClub: Live Casino website. LuckyClub: Live Casino